PABU
PABU
Artikel 30 Aug 2018

Berkurban, Menunda Kenikmatan Kecil dan Sesaat Demi Kebahagiaan Yang Besar dan Kekal

pabu.or.id – Pelaksanaan Idul Kurban tahun 1439 H/2018 M yang berlangsung di Yayasan PABU sangat istimewa karena berada di 2 event besa yang berdekatan, Dirgahayu Kemerdekaan ke 73 tahun RI pada 17 Agustus dan Asian Games ke XVIII, 18 Agustus 2018.

Kurban Yayasan PABU tahun 2018 ini menyembelih 35 ekor kambing dan 4 sapi yang didistrbusikan kepada yatim piatu dan dhuafa di sekitar yayasan serta kebeberapa daerah lainnya.

Idul Kurban/Idul Adha merupakan peristiwa suci tentang Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putra kesayangannya atas perintah Allah selalu diperingati oleh kaum muslimin, dengan menyembelih binatang kurban, baik oleh mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji maupun oleh mereka yang tidak pergi melaksanakannya.

Menyembelih binatang kurban, begitu juga berpakaian ihram dalam pelaksanaan haji dan sejenak wukuf di padang Arafah, semuanya adalah pelaksanaan ritual simbolik. Semuanya terpulang kepada pelakunya, seberapa jauh dan dalam, seseorang pelaku ritual itu memaknai dan mengambil hikmah daripadanya.

Yang mesti semua pesan ritual simbolik yang dilaksanakan sebagai bentuk ibadah, harus kita hayati secara mendalam dan subtantif, yaitu pesan moralitas dan spiritual sebagai tujuan ibadah yang laksanakan. Agar dalam keseharian, ibadah kita tidak menimbulkan paradoksi, antara kecenderungan keberagaman yang ditandai oleh semakin semaraknya ritual keagamaan yang ditandai oleh semakin semaraknya ritual keagamaan. Sedang disisi lain pesan moral daripadanya, yang dipesankan oleh agama kehilangan sendi-sendi kesalehan sosialnya.

Karenanya, mensingkronkan antara kehidupan beragama dan kehidupan bermasyarakat, menjadi suatu keharusan dalam kehidupan keseharian.

Agama dalam definisi sederhana adalah aturan atau tatacara hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Sedangkan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi, menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Karenanya, pelaksanaan berbagai ritual yang simbolis itu harus dapat melatih diri pelakunya, menjadi semakin berkemampuan mewujudkan interaksi positif dalam kesatuan hidup sesama umat manusia dan lingkungannya dan yang semakin berkualitas. Menjadikan dirinya lebih berguna dan bermanfaat bagi setiap umat manusia. Wujud nyata dari keberagaman yang benar adalah kemampuan berbuat baik bagi sesama manusia, dan itu pula suatu bukti kebenaran iman seseorang kepada Tuhannya.

Tindakan berkurban adalah tindakan yang disertai pandangan jauh kedepan yang menunjukkan bahwa kita tidak mudah tertipu oleh kesenangan sesaat, kesenangan sementara, kemudian melupakan kebahagiaan abadi, kebahagiaan selama-lamanya.

Oleh karena itu, makna berkurban ialah bahwa dalam hidup kita melihat jauh kemasa depan dan tidak boleh terkecoh oleh masa kini yang sedang kita alami, bahwa kita tabah dan sabar menanggung segala beban yang berat dalam hidup kita saat sekarang. Sebab, kita tahu dan yakin bahwa dibelakang hari kita akan memperoleh hasil dari usaha, perjuangan, dan jerih payah kita.

Maka kita maknai, berkurban adalah sanggup menunda kenikmatan kecil dan sesaat demi mencapai kebahagiaan yang lebih besar dan kekal. Kita bersedia bersusah payah karena dengan hanya susah payah suatu tujuan tercapai, dan cita-cita terlaksana. Semangat berkurban adalah konsekuensi iman dan takwa kepada Allah.

Sebab, takwa itu jika dijalankan dengan ketulusan dan kesungguhan akan membuat kita berkemampuan melihat jauh kedepan, mampu menginsyafi akibat-akibat perbuatan saat ini di kemudian hari, kemudian menyongsong masa mendatang dengan penuh harapan.