PABU
PABU
Khazanah Islam 11 Jul 2023

DUNIA SEMENTARA, AKHIRAT SELAMA-LAMANYA

Sahabat Pabu, Setiap manusia di dunia memiliki jalan takdir hidupnya masing-masing. Manusia memang diciptakan dengan berbagai macam watak dan karakter. Berdasarkan tingkat kesadarannya, aktivitas yang dilakukan tentu juga akan berbeda-beda. Seseorang dengan kesadaran bahwa kehidupan di dunia hanya sementara, akan bisa menyeimbangkan kebutuhan duniawi dengan akhiratnya. Sementara seseorang dengan tingkat kesadaran tidak berimbang, akan lebih condong memprioritaskan salah satu dari keduanya.

Tujuan hidup seorang Muslim adalah akhirat, sementara kehidupan dunia ini hanya tempat singgah untuk mempersiapkan bekal menuju akhirat. Karena kehidupan dunia hanya bersifat sementara, tidak kekal, sementara akhirat kekal abadi. Namun dalam mempersiapkan bekal itu, ternyata tidak selalu mulus dan mudah. Banyak ujian yang harus dilalui. Dari sini kemudian manusia terbagi, ada yang masih fokus pada tujuan hidupnya yang sejati dan ada pula yang terpedaya dengan berbagai godaan dan ujian. Keindahan dunia ditambah bujuk rayu setan telah menelan banyak korban. Mereka lupa dengan tujuan penciptaan mereka yang sebenarnya. Padahal Allah SWT menjelaskan dengan sangat gamblang tentang hakikat kehidupan dunia juga nilai kehidupan dunia bila dibandingkan kehidupan akhirat. Rasulullah pun tidak kurang menjelaskan dan memperingatkan umat manusia agar tidak tertipu.

Dari Anas ra. ia berkata, Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi SAW. untuk bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diberitahukan, mereka menganggap ibadah mereka sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan Nabi saw., padahal beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka mengatakan, “Aku akan melakukan shalat malam seterusnya.” Lainnya berkata, “Aku akan berpuasa seterunya tanpa berbuka.”  Kemudian yang lain juga berkata, “Sedangkan aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah.”

Melihat kepada potongan hadis di atas, tentu ada rasa kagum bagaimana semangat ibadah para sahabat yang sangat tinggi. Namun ternyata, setelah kabar ketiga sahabat tersebut sampai kepada Nabi SAW, beliau memiliki tanggapan yang berbeda. Beliau menegaskan bahwa telah berlebih-lebihan dalam melakukan ibadah sehingga melupakan aspek kehidupan dunia, padahal amalan yang demikian tidak dicontohkannya. Pada lanjutan hadis dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. mendatangi mereka seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka siapa yang tidak menyukai sunahku, ia tidak termasuk golonganku.”

Islam menganjurkan keseimbangan dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat. Tidak berlebihan pada dunia, sebaliknya juga tidak berlebihan pada akhirat. Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah SWT berfirman:

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat memang telah disediakan sebagai tempat kembali, namun sebelumnya manusia juga ditakdirkan hidup di dunia. Dengan begitu, sebagaimana akhirat harus dipersiapkan, dunia juga harus dijadikan tempat mempersiapkan hidup di akhirat kelak.

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang akhirat (ad-dunya mazra’at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana kita harus bersikap terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai ladang di mana kita menanam berbagai amal baik untuk dipanen nantinya di akhirat. Jika amal yang kita tanam berasal dari bibit yang kurang baik, kita harus bersiap memanen hasil yang kurang baik. Sebaliknya jika yang kita tanam berasal dari bibit yang baik, maka kita akan bergembira dengan hasil yang baik pula di akhirat kelak. Allah SWT berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Islam mengajarkan untuk menempatkan kehidupan akhirat sebagai poin utama dan dunia sebagai poin pendukung. Hal tersebut tentunya sesuai hakekat dari dunia dan akhirat. Harapannya pengetahuan mengenai hubungan dunia dan akhirat ini dapat membantu kaum muslimin untuk bersemangat dalam mencapai akhirat. Kemudian dapat meniatkan hal-hal dunia untuk tetap bernilai pahala.

Sahabat Pabu, meskipun diciptakan manusia di dunia untuk beribadah kepada-Nya, dan ini menjadi kewajiban utama manusia. Namun, bukan berarti sepanjang hari mesti diisi ibadah dalam perspektif ritual sebagaimana yang dipahami oleh awam.

Akan tetapi juga diberikan waktu untuk menikmati dunia secara halal. Dan yang kesemuanya itu juga dapat dikaitkan dengan perspektif ibadah. Karena bekerja itu sesungguhnya juga ibadah. Sedangkan hasil dari kerja itulah yang menjadi bagian dari yang dinikmati. Sehingga keseimbangan dalam kehidupan itu nyata adanya.

Semoga nasihat ini, merupakan pengingat dan panduan kita dalam memaknai keseimbangan, sebagaimana yang telah diberikan Allah SWT kepada kita sebagai mahkluknya ini. Selanjutnya kita berusaha untuk dapat mengamalkannya semaksimal mungkin dalam hidup dan kehidupan kita. Wallahu a’lam. (Humas PABU)